Jejak Proyek Irigasi Rp195 Juta di Bekasi: Asal Bangun, Petani yang Dirugikan

Bekasi, Berita, Nasional41 Dilihat
banner 468x60

TKPnews, Bekasi — Sabtu siang, 6 September 2025, Yusuf Supriatna berdiri di tepi saluran irigasi Desa Sumbersari, Kecamatan Pebayuran, Kabupaten Bekasi. Di depannya terbentang susunan batu yang baru dipasang. Namun, bukannya bangga melihat hasil pembangunan, ia justru menggeleng pelan. “Seharusnya 90 sentimeter, tapi ini hanya 64–65 sentimeter,” katanya, menunjuk dinding irigasi.

 

banner 336x280

Yusuf adalah Koordinator Lapangan Jawa Barat DPP LSM Suara Independen Rakyat Adil (SIRA). Ia bersama tim sengaja datang untuk meninjau pelaksanaan Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI) yang dikerjakan Kelompok Tani P3A Kalenderowak. Proyek ini menelan anggaran Rp195 juta, dana yang tak kecil untuk petani di desa itu.

Jejak Proyek Irigasi Rp195 Juta di Bekasi: Asal Bangun, Petani yang Dirugikan

Hasil pengamatan di lapangan membuat Yusuf gusar. Material yang digunakan dinilai berkualitas rendah, mulai dari batu bronjong hingga batu koreng.

Pemasangan pun terkesan asal. Batu muka, yang semestinya dipasang rapi di bagian luar dinding, tidak terlihat jelas. Bahkan, penggunaan bambu sebagai boplang—penyangga sementara saat pembangunan—menambah indikasi pengerjaan yang serampangan.

 

“Yang lebih aneh, tidak terlihat adanya pendamping dari Tenaga Pendamping Masyarakat (TPM),” ujar Yusuf. Padahal, setiap kelompok tani seharusnya mendapat pelatihan, penyuluhan, dan pendampingan agar pekerjaan sesuai dengan standar. Ketidakhadiran TPM membuat proyek ini kian rawan penyimpangan.

 

Menurut Yusuf, praktik seperti ini merugikan banyak pihak, terutama petani yang mestinya menikmati manfaat dari saluran irigasi baru. Ia menduga kelompok tani lebih mengejar keuntungan finansial ketimbang hasil yang berkualitas. “Kalau dibiarkan, program ini hanya jadi proyek formalitas, bukan solusi,” katanya.

 

Karena itu, Yusuf mendesak Badan Besar Wilayah Sungai Citarum (BBWS Citarum) untuk turun langsung memeriksa.

Ia meminta agar hasil pekerjaan dikroscek ulang. Jika terbukti bermasalah, bangunan perlu dibongkar dan dikerjakan ulang.

“Poktan nakal wajib diberi sanksi tegas. Kalau perlu di-blacklist, supaya tidak mengulangi lagi,” ujarnya.

Kasus ini menambah daftar panjang persoalan pembangunan infrastruktur pertanian di daerah. Program yang semestinya membantu petani menjaga ketersediaan air, kerap terjebak dalam praktik asal bangun. Dan pada akhirnya, petani lah yang kembali menanggung kerugian. (*red)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *